Sesuai
dengan jiwa self assessment, Wajib
Pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Produk akhir dari sistem ini adalah
penyampaian Surat Pemberitahuan ( SPT ) oleh Wajib Pajak. Dengan demikian, SPT
merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus pelaporan “kewajiban self assessment” tersebut.
Ketika
misalnya, seseorang memperoleh penghasilan yang berdasarkan hukum pajak materil
( UU PPh ) terhutang pajak ( Sehingga ia disebut Wajib Pajak ) berdasarkan
sistem tersebut, selanjutnya ia menghitung sendiri berapa pajak yang menjadi
kewajibannya, membayarnya ke Kas Negara, memperhitungkannya sekaligus
melaporkannya pada akhir masa pajak melalui SPT. Aktivitas tersebut
dilaksanakan tidak menggantungkan kepada adanya surat ketetapan pajak.
Dengan
demikian, Direktur Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak atas semua SPT yang disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu
surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada wajib kepada wajib pajak tertentu
yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya
data fiskal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak.
Konsekuensi dari sistem ini dalah bahwa ketika SPT disampaikan oleh Wajib Pajak dan SPT tersebut “dianggap” benar ( artinya jumlah pajak yang terutang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan ) tidak, maka DJP tidak perlu melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak. Kecuali DJP mempunya bukti lain, DJP berwenang menetapkan jumlah pajak terutang yang semestinya. Bukti tersebut bisa diperoleh DJP berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan keterangan lain. ( Pasal 12 Ayat 3 UU KUP )
Apabila
dalam jangka waktu 5 tahun DJP tidak mempunyai bukti yang dimaksud yaitu tidak
dilakukan pemeriksaan atau tidak ada keterangan lain, SPT yang telah disampaikan
oleh WP tersebut dinyatakan “benar” dan mempunyai ketetapan hukum yang pasti.
Fungsi surat ketetapan pajak
- Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata – nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban material dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
- Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
- Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
- Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar.
- Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terhutang.
Fungsi surat tagihan pajak
- Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT wajib pajak.
- Sarana untuk menenakan sanksi berupa bunga atau denda.
- Sarana untuk menagih pajak.
Pada prinsipnya pajak terhutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenakan pajak, namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah :
- Pada suatu saat, untuk PPh yang dipotong oleh pihak ketiga;
- Pada akhir masa, untuk PPh karyawan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh pengusaha kena pajak atas pemungutan PPN barang dan jasa dan PPn atas Barang Mewah
- Pada akhir tahun pajak, untuk pajak penghasilan
Jenis
– jenis penetapan dan ketetapan pajak berdasarkan UU KUP tahun 2007 mencakup
STP, SKPKB, SKPKBT, SKPLB dan SKPN.
STP adalah surat untuk melakukan
tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. STP
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak lainnya sesuai
ketentuan Pasal 14 ayat (2) UU KUP, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga
dilakukan dengan Surat Paksa.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB
) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak,
jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrative,
dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB diterbitkan hanya terhadap kasus –
kasus tertentu, dengan perkataan lain hanya terhadap WP tertentu yang nyata –
nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan
atau kewajiban material. Ketentuan SKPKB diatur dalam Pasal 13 UU KUP.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
( SKPKBT ) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas
jumlah pajak yang ditetapkan ( dalam surat ketetapan pajak yang sudah di
terbitkan sebelumnya ). Sesuai dengan Pasal 15 UU KUP, Direktur Jenderal Pajak
dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutang
pajak, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, apabila
ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak terhutang,
setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT.
SKPKBT
baru diterbitkan apabila telah pernah diterbitkan ketetapan pajak. Penerbitan SKPKBT
dilakukan dengan syarat adanya data baru yang menyebabkan penambahan pajak yang
terhutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Sejalan dengan itu setelah SKPLB diterbitkan sebagai akibat telah lewat waku
12 bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP, SKPKBT diterbitkan hanya
dalam hal ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap, dalam
hal masih ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat
diterbitkannya SKPKBT, dan atau data baru yang diketahui kemudian oleh fiskus
SKPKBT masih dapat diterbitkan lagi.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar ( SKPLB )
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terhutang atau tidak seharusnya
terhutang. Sesuai dengan Pasal 17 UU KUP, SKPLB ini terbit dalam hal setelah
Direktur Jenderal Pajak melakukan Pemeriksaan, jumlah kredit pajak atau jumlah
pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terhutang atau telah
dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terhutang. SKPLB diterbitkan
sehubungan dengan hasil pemeriksaan baik atas SPT LB yang diajukan restitusi,
SPT LB yang tidak diajukan restitusi, SPT Nihil, maupun SPT KB.
Tag :
Perpajakan,
Teori Perpajakan
0 Komentar untuk "Penetapan dan Ketetapan Pajak"