Membahas akuntansi dan peraturan perpajakan di Indonesia

Tata Cara Pengajuan SKB dari Pemotongan PPh Bagi Wajib Pajak Yang Dikenakan PPh Sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013

Selamat pagi berjumpa lagi dengan gemar-akuntansi.blogspot.com, saya melihat ada beberapa perusahaan yang membayar pajak final sebesar 1% akan tetapi masih juga dipotong PPh 23 sebesar 2% oleh lawan transaksinya.

Sesungguhnya bagi Wajib Pajak yang memiliki penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final sesuai dengan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013, tata cara pengajuan permohonon pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPhnya diatur dalam ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013.

Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final kepada Direktur Jenderal Pajak - Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013 Pasal 2.
Apa dan pajak yang bagaimana yang dibebaskan dari pemotongan ?

Mungkin banyak orang yang bertanya apa dan bagaimana pajak yang akan dibebaskan.

Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Keterangan Bebas - Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013 Pasal 3.
Menurut pasal 3 dari peraturan ini, pajak yang bebas dari pemotongan dan pemungutan adalah pajak – pajak yang dapat dikreditkan. Misalnya, PPh 23 dan PPh 22.

Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh bagi Wajib Pajak yang dikenakan PPh Final sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 harus diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan syarat:
  • Telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada tahun pajak sebelum tahun pajak diajukannya SKB.

Ini artinya sebelum Wajib Pajak meminta SKB untuk tahun yang bersangkutan, harus sudah di laporkan SPT Badan untuk tahun pajak di masa sebelumnya. Contoh, WP ingin mengajukan SKB untuk tahun fiskal 2016 maka WP harus sudah melaporkan SPT Badan 2015 dan melampirkannya pada saat permohonan ke KPP setempat.
  • Menyerahkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenakan PPh bersifat final dan bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada tahun pajak yang sama dengan tahun pajak diajukannya SKB harus disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai bulan sebelum diajukannya SKB.

Ini artinya WP di wajibkan untuk membuat surat pernyataan bahwa omset yang dimiliki dan diperoleh tersebut termasuk didalam peraturan PP46 No. 2013.
  • Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.

Ini artinya WP diwajibkan untuk melampirkan dokumen pendukung seperti surat kontrak dan sejenisnya, dalam hal ini penulis pernah melampirkan invoice dan diterima oleh KPP setempat.

Permohonan ini diajukan untuk setiap pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23 dan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau apabila ditandatangani oleh Kuasa sesuai ketentuan Pasal 32 UU KUP, harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus - Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013 Pasal 4 ayat 2.
Menurut hemat saya setelah membaca pasal 4 ayat 2 ini, bahwa setiap kali WP ingin di potong oleh PPh withholding tax, wajib meminta SKB / mengajukan permohonan ini. Dengan kata lain setiap kali WP ingin melakukan invoicing harus meminta dan mengajukan surat ini ke KPP setempat.

Jangka dan Waktu Penerbitan SKB oleh Kantor Pelayanan Pajak

Bagaimana hak dan kewajiban WP dalam menanggapi peraturan ini ? mari simak peraturannya kembali.

Atas permohonon pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang diajukan oleh Wajib Pajak ini harus diterbitkan keputusan (baik berupa Surat Keterangan Bebas atau surat penolakan) oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Apabila dalam jangka waktu 5 hari ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak masih belum memberikan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima - Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013 Pasal 5.
Surat Keterangan Bebas berlaku sampai dengan berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan - Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013 Pasal 6.
Ini artinya bahwa SKB yang diminta oleh WP berlaku untuk 1 tahun pajak. Misalkan WP mengajukan untuk tahun fiskal 2016, maka SKB itu berlaku untuk tahun 2016.

Apa dampak dari kepemilikan SKB bagi wajib pajak ?
Pemotong dan/atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan untuk setiap transaksi yang merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final apabila telah menerima fotokopi Surat Keterangan Bebas yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan - Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/PJ/2013 Pasal 7 Ayat 1.
Sepertinya di pasal 7 ayat 1 ini sudah cukup jelas. Pemilik SKB berhak untuk tidak di potong PPh. Secara matematika mungkin akan menguntungkan, karena tidak dipotong PPh 23 sebesar 2% akan tetapi menyetor 1% ke negara ( untung 1% ).

Bagaimana mekanisme legalisasi fotokopi SKB ?

Untuk mendapatkan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan ketika Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak Pemotong dan/atau Pemungut Pajak, maka Wajib Pajak yang telah mendapatkan SKB PPh ini harus menyerahkan kepada Pemotong dan/atau Pemungut Pajak fotokopi SKB PPh yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunannya.

Untuk mendapatkan legalisasi atas fotokopi SKB ini, Wajib Pajak harus mengajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan syarat:
1. Menunjukkan SKB PPh yang telah diperoleh dari KPP;
2. Menyerahkan bukti penyetoran PPh yang bersifat final sesuai ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 untuk setiap transaksi yang akan dilakukan dengan pemotong dan/atau pemungut berupa SSP lembar ke-3 yang telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Penyerahan bukti penyetoran PPh yang bersifat final ini tidak diperlukan untuk transaksi yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 atas:
        a. Impor;
        b. Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
      c. Pembelian hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif dan industri farmasi;
       d. Pembelian kendaraan bermotor di dalam negeri.
3. Mengisi identitas Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut PPh dan nilai transaksi pada kolom yang tercantum dalam SKB (di ketentuan ini tidak disebutkan apakah diisi pada SKB yang asli atas fotokopi, namun prakteknya adalah pada SKB yang telah difotokopi).
4. Fotokopi SKB ini diajukan dalam rangkap 3 (tiga), yang peruntukkannya adalah untuk KPP tempat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh, untuk diserahkan kepada Wajib Pajak Pemotong/Pemungut Pajak, dan untuk diserahkan kepada KPP tempat pemotong dan/atau pemungut terdaftar.
5. Jangka waktu proses legalisasi fotokopi SKB ini dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja sejak permohonan legalisasi diterima lengkap. 
0 Komentar untuk "Tata Cara Pengajuan SKB dari Pemotongan PPh Bagi Wajib Pajak Yang Dikenakan PPh Sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013"

Back To Top