Sumber Gambar |
Implementasi yang salah pada proses pemotongan
pajak PPh Pasal 23/26/Final akan berdampak pada kerugian di pihak pembeli. Atau
bahkan bisa sampai mengakibatkan denda dan sanksi perpajakan lainnya. Saya akan
coba membagi tips tax planning / perencanaan
pajak untuk PPh Pasal 23/26/Final.
- Menghindari penggunaan nama – nama perkiraan akun yang mudah diartikan sebagai objek PPh Pasal 23/26/Final, misalnya pembayaran royalti yang sebenarnya adalah pemakaian aset tidak berwujud;
- Melakukan pemisahan antara pencatatan pembelian material dan pembelian jasanya, dalam hal pemotongan pajak penghasilan dikenakan hanya atas jasanya. Misalnya, dalam biaya pemeliharaan dipisahkan antara biaya jasa yang dilakukan oleh pihak lain (objek PPh Pasal 23), material dan biaya pemeliharaan yang dilakukan sendiri (bukan objek PPh Pasal 23);
- Untuk PPh Final, Wajib Pajak sebaiknya menghindari penggunaan supplier yang bertingkat untuk menekan biaya menjadi lebih murah;
- Dalam hal menghadapi Wajib Pajak yang tidak bersedia dipotong/dipungut pajaknya, Wajib Pajak dapat memilih alternatif seperti melakukan metode gross up. Karena apabila wajib pajak memperoleh laba (tidak menderita kerugian) dan pengenaan pajaknya tidak bersifat final, pajak yang harus dipotong akan lebih menguntungkan apabila dihitung dengan menggunakan metode gross up ke dalam objek pemotongan (withholding tax) sehingga pajak yang dipotong dan disetor dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan, akan tetapi jika Wajib Pajak sedang dalam keadaan rugi atau pajaknya bersifat final, menggunakan metode gross up tidak efisien karena akan menambah jumlah pajak yang harus dibayar.
- Untuk dapat menerapkan ketentuan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Wajib Pajak harus memastikan memperoleh certificate of residence apabila terjadi transaksi dengan pihak luar negeri;
- Menghindari beban pajak pihak lain, dengan memahami seluk – beluk perpajakan internasional, Wajib Pajak dapat menghindari beban pajak subjek pajak luar negeri sehingga tidak menjadi beban diri sendiri. Misalnya: terjadi transaksi peminjaman uang antara debitur dari Indonesia dan Kreditur dari USA. Dalam perjanjian kredit disebutkan bahwa pajak – pajak yang terutang di Indonesia menjadi tanggungan pihak debitur. Berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda antara Indonesia dan Amerika, pajak yang dipotong di Indonesia dapat dipergunakan sebagai kredit pajak di Amerika. Dengan demikian, isi naskah perjanjian kredit tersebut sebaiknya diubah sehingga pihak debitur di Indonesia tidak menanggung pembayaran PPh Pasal 26.
Tag :
Implementasi Pajak,
Perpajakan
2 Komentar untuk "Tax Planning / Perencanaan Pajak Untuk PPh Pasal 23/26/Final"
Kalo PPh 23 diGross Up boleh gak pak..?
boleh pak, tp pertimbangkan lagi untung dan ruginya ya