Selamat
Malam !! Berjumpa lagi dengan gemar-akuntansi.blogspot.com Kali ini saya akan
coba memaparkan sedikit tentang Penegasan dan Penerapan PP46 Sesuai Dengan SE-32/PJ/2014.
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : SE - 42/PJ/2013
TENTANG
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
A.
|
Umum
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang
Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu, perlu diterbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak sebagai acuan dalam pelaksanaan ketentuan penerapan tarif Pajak
Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
|
B.
|
Maksud dan Tujuan
- Penerbitan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
ini dimaksudkan untuk memberikan acuan dalam rangka pelaksanaan
ketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran
bruto tertentu.
- Penerbitan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
ini bertujuan agar pelaksanaan ketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib
Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dapat berjalan dengan baik
dan terdapat keseragaman dalam pelaksanaannya.
|
C.
|
Ruang
Lingkup
Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
ini meliputi Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan tidak termasuk
bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk
penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran
bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
|
D.
|
Dasar
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
- Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara
Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
|
E.
|
Materi
1.
|
Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final.
|
2.
|
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu
adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak
badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
- menerima penghasilan dari usaha, tidak
termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas,
dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
|
3.
|
Peredaran bruto yang tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada butir 2
huruf b ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya,
termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:
- jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
- penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
luar negeri;
- usaha yang atas penghasilannya telah dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
- penghasilan yang dikecualikan sebagai objek
pajak.
|
4.
|
Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi adalah
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
dan/atau jasa yang dalam usahanya:
- menggunakan sarana atau prasarana yang dapat
dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
- menggunakan sebagian atau seluruh tempat
untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau
berjualan.
|
5.
|
Tidak termasuk Wajib Pajak badan adalah:
- Wajib Pajak badan yang belum beroperasi
secara komersial; atau
- Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1
(satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran
bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
|
6.
|
Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan
tarif 1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah
peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha.
|
7.
|
Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada
peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir
sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
|
8.
|
Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan
pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan yang tidak bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan
dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan tata cara
sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur
mengenai pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan
oleh pihak lain.
|
9.
|
Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh
penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak
diwajibkan melakukan pembayaran angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
|
10.
|
Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan
terutang sebagaimana dimaksud pada butir 6 ke kantor pos atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau
sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak, yang
telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN),
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
|
11.
|
Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 10 wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah Masa Pajak berakhir.
|
12.
|
Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 10 dianggap telah menyampaikan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir
11, sesuai dengan tanggal validasi NTPN yang tercantum pada Surat Setoran
Pajak.
|
13.
|
Ketentuan mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 11 diberlakukan
mulai Masa Pajak Januari 2014.
|
|
F.
|
Hal-Hal Khusus Terkait Pengenaan Pajak Penghasilan
yang bersifat final
Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengenaan Pajak Penghasilan
yang bersifat final diatur sebagai berikut:
1.
|
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu
wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
bagi setiap tempat usaha di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat usaha Wajib Pajak dan di Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.
|
2.
|
Penentuan peredaran bruto untuk dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final bagi Wajib Pajak badan yang baru beroperasi
secara komersial untuk pertama kali ditentukan berdasarkan peredaran bruto
dari usaha 1 (satu) Tahun Pajak setelah Tahun Pajak beroperasi secara
komersial, pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final selanjutnya
untuk Wajib Pajak yang bersangkutan ditentukan berdasarkan peredaran bruto
Tahun Pajak sebelumnya.
|
3.
|
Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan yang
bersifat final ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan,
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang
disamakan dengan Surat Setoran Pajak dengan mengisi Kode Akun Pajak 411128
dan Kode Jenis Setoran 420 sebagaimana telah diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai Bentuk Formulir Surat
Setoran Pajak.
|
4.
|
Wajib Pajak yang menyetor Pajak Penghasilan yang
bersifat final tetapi Surat Setoran Pajaknya tidak mendapat validasi dengan
NTPN, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4
ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai tempat kegiatan usaha Wajib Pajak
terdaftar dengan mengisi baris pada angka 11 formulir Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2):
- kolom Uraian diisi dengan "Penghasilan
Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu";
- kolom KAP/KJS diisi dengan
"411128/420".
|
5.
|
Wajib Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal
4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2).
|
6.
|
Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu yang
disetor tidak menggunakan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420
dapat diajukan permohonan pemindahbukuan oleh Wajib Pajak ke setoran Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis
Setoran 420, sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak
melalui pemindahbukuan.
|
7.
|
Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang dipotong
dan/atau dipungut oleh pihak lain diatur sebagai berikut:
a.
|
atas pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 oleh bendahara pemerintah dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan:
1)
|
dapat diajukan permohonan
pemindahbukuan ke setoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) sesuai
dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui
pemindahbukuan; atau
|
2)
|
dapat diajukan permohonan
pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan
ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran
pajak yang seharusnya tidak terutang; atau
|
3)
|
dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
|
|
b.
|
atas pemotongan dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan bukti pemotongan
dan/atau pemungutan, termasuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
import
1)
|
dapat diajukan permohonan
pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan
ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran
pajak yang seharusnya tidak terutang; atau
|
2)
|
dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
|
|
|
8.
|
Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam
huruf E butir 8 dapat diajukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 tentang
Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau
Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain, sampai dengan ditetapkannya
Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai tata cara
pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib
Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu.
|
9.
|
Angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk Masa Pajak Juli 2013 sampai dengan
Desember 2013 bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang
juga menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan
berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan, dapat mengajukan
pengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan ketentuan
yang mengatur mengenai penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun
berjalan dalam hal-hal tertentu.
|
10.
|
Atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final menurut ketentuan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final
dan/atau bersifat final pada:
- lampiran III bagian A butir 14 (Penghasilan
Lain yang Dikenakan Pajak Final dan/atau Bersifat Final, Formulir
1770-III) bagi Wajib Pajak orang pribadi;
- lampiran IV bagian A butir 16 dengan mengisi
"Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu" (Formulir 1771-1V) bagi Wajib Pajak badan.
|
11.
|
Penghitungan untuk pelaporan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2013:
- peredaran usaha dihitung berdasarkan seluruh
peredaran usaha selama Tahun Pajak 2013, tidak termasuk peredaran
usaha pada Masa Pajak Juli 2013 sampai dengan Desember 2013 yang
dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);
- bagi Wajib Pajak orang pribadi, untuk
menentukan Penghasilan Kena Pajak dikurangi terlebih dahulu dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun;
- angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
Undang-Undang Pajak Penghasilan Masa Pajak Januari 2013 sampai dengan
Juni 2013 dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk
Tahun Pajak yang bersangkutan.
|
|
G.
|
Penghapusan Sanksi Administrasi
1.
|
Sehubungan dengan tujuan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 adalah:
- memberikan kemudahan dan penyederhanaan
aturan perpajakan;
- mengedukasi masyarakat untuk tertib
administrasi;
- mengedukasi masyarakat untuk transparansi;
dan
- memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi
dalam penyelenggaraan Negara;
dipandang perlu memberikan keringanan atas sanksi
yang dikenakan terhadap Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu
atas pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013.
|
2.
|
Berdasarkan pertimbangan pada butir 1, kepada
Kepala Kanwil DJP agar menghapuskan sanksi administrasi Pasal 9 ayat (2a)
Undang-Undang KUP dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan untuk Masa
Pajak Juli sampai dengan Desember 2013.
|
|
H.
|
Penutup
Mengingat penerapan ketentuan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 mulai berlaku pada tanggal 1 Juli
2013, dengan ini diinstruksikan:
1.
|
Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan
Pajak, dan Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan
untuk melakukan sosialisasi Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang
Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu kepada Wajib Pajak orang pribadi dan
Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud yang berada di wilayah kerja
masing-masing.
|
2.
|
Dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan
ketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto
tertentu:
a.
|
Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak diadministrasikan melakukan:
1)
|
kegiatan ekstensifikasi
dengan memanfaatkan data hasil Sensus Pajak Nasional (SPN) Tahun 2011
dan 2012, serta melalui pelaksanaan SPN Tahun 2013 untuk tempat-tempat
usaha yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu di wilayah kerjanya masing-masing;
|
2)
|
himbauan kepada Wajib Pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk melaksanakan kewajiban
pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) setiap bulan untuk setiap
tempat kegiatan usaha;
|
3)
|
pemanfaatan alat keterangan
yang diterima dan membandingkannya dengan data Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan yang disampaikan Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu yang bersangkutan;
|
4)
|
pengawasan terhadap Wajib
Pajak mengenai pemenuhan syarat pengenaan Pajak Penghasilan, yaitu
sebesar 1% (satu persen) bersifat final sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
atau sesuai tarif dalam Pasal 17 Undang-Undang;
|
5)
|
pengawasan terhadap
kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Wajib Pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu yang mendapat Surat Keterangan
Bebas untuk dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan oleh pihak lain;
|
6)
|
pengiriman alat keterangan
ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat
usaha Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu.
|
|
b.
|
Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat usaha Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu melakukan:
1)
|
kegiatan ekstensifikasi
dengan memanfaatkan data hasil Sensus Pajak Nasional (SPN) Tahun 2011
dan 2012, serta melalui pelaksanaan SPN Tahun 2013 untuk tempat-tempat
usaha yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu di wilayah kerjanya masing-masing;
|
2)
|
himbauan kepada Wajib Pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk melaksanakan kewajiban
pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) setiap bulan untuk setiap
tempat kegiatan usaha;
|
3)
|
pengawasan terhadap
kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Wajib Pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu yang mendapat Surat Keterangan
Bebas untuk dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan oleh pihak lain;
|
4)
|
pengiriman alat keterangan
atas pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu kepada Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak diadministrasikan.
|
|
c.
|
Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak diminta untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan
Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) bagi Wajib Pajak yang
memiliki Peredaran Bruto Tertentu oleh Kantor Pelayanan Pajak yang berada
di wilayah kerjanya.
|
|
|
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan
di Jakarta
pada tanggal 2 September 2013
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001
0 Komentar untuk "Penegasan dan Penerapan PP46 Sesuai Dengan SE-32/PJ/2014"