Membahas akuntansi dan peraturan perpajakan di Indonesia

PP46 TAHUN 2013 Dalam Praktek dan Implementasi

Selamat Pagi !! Berjumpa lagi dengan gemar-akuntansi.blogspot.com Kali ini saya akan coba memaparkan sedikit tentang PP46 Tahun 2013.





Dipertengahan tahun 2013 yang lalu pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 46 tentang penghasilan usaha Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu atau yang masih di bawah 4,8 Milyar  dalam satu tahun pajak dikenai pajak penghasilan bersifat final sebesar 1% dihitung dari peredaran bruto untuk setiap bulan/masa nya. Didalam perumusan PP tersebut secara gamblang disebutkan bahwa untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak.

Ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima Wajib Pajak Badan tersebut mulai berlaku sejak Tanggal 1 Juli 2013 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tanggal 12 Juni 2013, sedangkan sebelumnya Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak Badan yang berasal dari penghasilan yang bersifat non final.

Pajak Penghasilan yang dikenakan berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 dikenakan terhadap Wajib Pajak Badan yang memiliki Peredaran Bruto tertentu .

Wajib Pajak Badan yang memiliki Peredaran Bruto tertentu adalah Wajib Pajak yang mempunyai kriteria:

  • Wajib Pajak Badan .
  • Wajib Pajak Badan Menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam 1 (satu) Tahun Pajak pada tahun pajak sebelumnya.
  • Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.  

Pajak Penghasilan yang dikenakan berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 tidak dikenakan terhadap Wajib Pajak Badan yang memenuhi kriteria  :

  • Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial.
  • Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00.
  • Wajib Pajak Badan dalam tahun pajak sebelumnya Menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Wajib Pajak Badan tersebut dikenakan tariff pajak berdasarkan Pasal 17 dan 31 E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan dihitung dari Penghasilan Kena Pajak.

Tarif Pajak PPh Pasal 4 Ayat 2 Untuk Wajib Pajak Badan Berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebagai berikut  :

  • Besarnya tarif Pajak Penghasilan adalah sebesar 1% (satu persen) dan bersifat final.
  • Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.

Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif Pajak Penghasilan sebesar 1 % dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.

Pengenaan Pajak Penghasilan sebesar 1%  didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.

Jadi, pada dasarnya PP tersebut disusun untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam menghitung PPh terhutangnya, cukup dengan mengalikan 1% dari peredaran bruto yang diterima dalam suatu masa pajak.

Salah satu sifat PPh yang bersifat final adalah selesai pada saat dipotong/dibayarkan, sehingga tidak  lagi diperhitungkan kembali di akhir tahun pajak pada saat penyampaian SPT Tahunan. 

Sementara pada prakteknya, Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi 4.8 miliar tersebut melakukan transaksi (baik penyerahan barang maupun penyerahan jasa) dengan orang/Wajib Pajak lain, dimana atas transaksi tersebut seharusnya terutang PPh Pasal 22, maupun PPh Pasal 23.

Inilah yang membuat banyak wajib pajak merugi. Sudah di potong PPh Pasal 23 oleh lawan transaksi ( 2% ), eh masih harus setor 1% atas PPh final menurut PP46 ini. Akan tetapi sebenarnya wajib pajak bisa mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan/pemungutan PPh tidak final oleh pihak lain diberikan melalui surat keterangan bebas (SKB), ini berarti jika mempunyai surat ini maka wajib pajak tidak akan dipotong PPh non-final lainnya.

Persyaratan Pengajuan SKB PP 46

Sebagaimana diatur di Pasal 4 PER-32/PJ/2013, syarat pengajuan SKB PP 46 antara lain:

a. permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP
b. telah menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun sebelumnya
c. menyerahkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa peredaran bruto yang diterima tidak melebihi 4.8 miliar disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulannya sampai dengan bulan sebelum mengajukan SKB PP 46
d. menyerahkan dokumen pendukung transaksi, misalnya Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang, atau dokumen pendukung sejenis lainnya
e. dilampiri surat kuasa khusus jika tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak yang bersangkutan

Persyaratan Legalisasi SKB PP 46

Sebagaimana disebut dalam Pasal 7 ayat (1) PER-32/PJ/2013, pembebasan/pemungutan dari pemotongan PPh yang tidak final dapat dilakukan apabila Wajib Pajak menyerahkan SKB yang telah dilegalisasi, yang syarat legalisasinya adalah:

a. permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP
b. menyerahkan SSP lembar ke-3 atas PPh Pasal 4 ayat (2) atas PP 46 untuk setiap transaksi. SSP tersebut harus mendapat validasi NTPN dari bank tempat pembayaran, kecuali untuk transaksi yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 impor, pembelian BBM, BBG, dan pelumas, pembelian hasil industri semen, kertas, baja, otomotif, dan farmasi, dan pembelian kendaraan bermotor di dalam negeri
c. mengisi identitas Wajib Pajak pemotong/pemungut dan nilai transaksi pada kolom yang tertera di SKB
d. dilampiri surat kuasa khusus jika tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak yang bersangkutan

Persyaratan legalisasi ini akan merepotkan Wajib Pajak karena beberapa hal, diantaranya:

1) Permohonan legalisasi harus diajukan untuk setiap transaksi. Dalam hal Wajib Pajak melakukan sebanyak 50 transaksi dalam satu masa pajak, artinya Wajib Pajak harus meminta legalisasi 50 SKB dan melakukan pembayaran PPh atas PP 46 tersebut dengan 50 SSP
2) Wajib Pajak harus melampirkan SSP PPh Final tersebut setiap akan mengajukan SKB. 

Artinya, PPh Final 1% tersebut seolah-olah dibayar dimuka, padahal pada saat mengajukan legalisasi tersebut transaksi–bisa jadi–belum terjadi. Apabila ternyata transaksi dibatalkan karena satu dan lain hal, Wajib Pajak harus mengurus Pemindahbukuan atau pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.

penghitungan pajak secara final memang menyederhanakan, tetapi jika ada persyaratan seperti ini, mungkin akan cukup merepotkan banyak pihak.


Sekian informasi tentang PP46 Tahun 2013 dari saya , Bagi yang ingin menambahkan atau bertanya silahkan isi pada kolom komentar. Ikuti terus Update terbaru dari gemar-akuntansi.blogspot.com. Semoga artikel ini dapat menambah informasi dan bermanfaat bagi anda.



0 Komentar untuk "PP46 TAHUN 2013 Dalam Praktek dan Implementasi"

Back To Top